Jenis - Jenis Dana Bermanfaat Besar

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammā-Sambuddhassa.(3x)

Saṅgha yang saya hormati, Bapak Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, Bapak Caliadi beserta keluarga, segenap Pandita, para undangan, para Ibu/Bapak, Saudara-saudara yang berbahagia. Peristiwa (kegiatan peletakan batu dan pemancangan pondasi penanda dimulainya pembangunan Vihāra Mahāsampatti) pagi hari ini sebenarnya melalui proses yang sangat panjang.  

Vihāra Mahāsampatti adalah nama yang diberikan oleh Bhante Jinadhammo Mahāthera untuk vihāra ini mulai 23 tahun yang lalu. Sudah hampir seperempat abad vihāra ini berdiri, tetapi vihāra ini masih sangat sederhana. 

Tahun yang lalu saya memberikan predikat vihāra ini sebagai vihāra kandang ayam. Dan setelah diberikan predikat vihāra kandang ayam ini, setelah proses perjuangan yang sangat panjang, kemudian pengurus yayasan menjadi malu. Vihāra kandang ayam ini kini sudah roboh dan menjadi tempat kita duduk sekarang ini. 

Tidak mudah, tetapi peletakan batu pertama hari ini juga bukan puncak pencapaian. Bahkan hanyalah permulaan saja dari proses pembangunan yang sangat berat.

Ketua Bhikkhu Pembina, padesanayaka provinsi Sumatera Utara, Bhante Cittagutto Mahāthera adalah putra Lombok, tetapi mengabdi untuk Sumatera Utara khususnya Vihāra Mahāsampatti. Bhante Cittagutto sudah mengabdi sangat lama, sebelum Bhante Indaguno sebagai wakil Bhante Cittagutto datang membina di Vihāra Mahāsampatti. 

Suatu hari saya bertanya kepada Ketua Pengurus Yayasan Vihāra Mahāsampatti, Bapak Eddy Dhammadipa, “Kapan peletakan batu pertama akan dilaksanakan? Kapan? Kenapa tidak dimulai?”

Pak Eddy menjawab, “Bhante Cittagutto sedang menunggu, Bhante.”

Saya tanya lagi, “Mau menunggu siapa?”

Pak Eddy menjawab, “Mau menunggu kalau ada Bapak Dirjen dari Lombok.” 

Dan, pagi hari ini kesampaian. Tentunya peletakan batu pertama ini adalah pertama kali bagi Bapak Dirjen untuk meletakan batu pertama pembangunan vihāra. Beliau juga berasal dari Lombok.

 

Mempersembahkan Vihara agar Digunakan Sesuai dengan Dhamma

Ibu, Bapak, dan Saudara, berhasilnya peletakan batu pertama ini dan pembangunan vihāra sampai selesai nanti adalah karena adanya kerjasama yang sangat erat antara Saṅgha para bhikkhu dengan umat. 

Para Bhikkhu tidak mungkin bekerja sendiri kalau tidak ada umat yang mendukung. Tetapi umat tanpa diarahkan, tanpa dibimbing oleh Saṅgha juga tidak sempurna. Di zaman Guru Agung kita masih hidup, vihāra pertama Veluvana Arama itu dipersembahkan oleh Raja Bimbisara untuk digunakan oleh Saṅgha. 

Kemudian vihāra-vihāra yang besar seperti Jetavana yang didirikan oleh miliader Anathapindika, kalau sekarang mungkin disebut sebagai konglomerat, Pubbarama yang didirikan oleh Visakha, lalu masih ada lagi seorang dokter, dokter Jivaka yang memberikan taman mangga, rumah sakit beliau, Jivaka Ambavana Arama, dan masih ada seorang wanita yang sekarang mungkin disebut sebagai wanita tuna susila, tetapi kelas atas, Ambapali. Ia juga mempersembahkan kebun mangga kepada Saṅgha. 

Apa yang dilakukan sejak zaman Guru Agung kita itu terus berlangsung sampai sekarang. Kalau zaman dahulu mungkin hanya seorang hartawan yang mendirikan  sebuah vihāra yang sangat luas. Tetapi sekarang masyarakat bersama-sama yang mendirikan vihāra. 

Terkadang masih ada yang salah paham, “Mengapa kami yang mendirikan vihāra tapi kemudian harus dipersembahkan, diserahkan kepada Sangha?” 

Bukan seperti itu maksudnya, Ibu, Bapak dan Saudara. Umat yang bergotong royong mendirikan vihāra, membeli tanah, setelah selesai, mempersilahkan Saṅgha untuk menggunakannya, digunakan untuk pembinaan, untuk pendidikan. Jadi ini sama sekali bukan diserahkan kepada Saṅgha, kemudian Saṅgha memilikinya apalagi punya hak untuk menjual, menggadaikan, dan lain-lain. Bukan sama sekali.  

Dipersembahkan kepada Sangha itu supaya Sangha bisa menggunakan sesuai dengan Dhamma, sesuai dengan vinaya. Saṅgha inilah penjaga gawang, kami-kami para bhikkhu inilah kiper supaya vihāra-vihāra itu digunakan sesuai dengan fungsinya, hanya itu sebetulnya.

 

Thavaradāna, Dana yang Lama Manfaatnya

Ibu, Bapak, dan Saudara, nanti ada peletakan batu pertama oleh ratusan umat Buddha, saya ingin menggunakan kesempatan yang tidak panjang ini dengan menjelaskan tentang ada dana tertentu yang memberikan manfaat yang sangat-sangat besar. Penjelasan tentang dana-dana yang sangat bermanfaat ini ditulis  dalam satu buku uraian yang disebut dengan Danadi Dipani, penjelasan tentang dana. 

Ada yang disebut dengan Thāvaradāna, dana yang awet, tidak mudah habis, manfaatnya juga lama. Tetapi ada juga Athāvaradāna, dana yang sesaat, dana yang cepat habis. Contoh Athavara Dana adalah memberikan air minum, memberikan makanan. Minuman dan makanan itu hanya bertahan 2 jam, mungkin 3 jam, lalu orang kemudian lapar kembali. Tetapi jika memberikan pakaian akan lebih lama, bisa bertahan dua sampai tiga tahun. 

Tetapi ada Thavaradāna, dana yang awet sekali, lama sekali manfaatnya, ratusan tahun, ribuan tahun, dan memberikan vipaka (hasil dari perbuatan) yang lama sekali, berkalpa-kalpa. 

Ada 8 (delapan) macam Thavaradāna, dana yang awet, yaitu:

  1. Kaṭhinadāna
  2. Saṅghadāna
  3. Aṭṭhaparikara
  4. Lipikadāna
  5. Paṭimādāna
  6. Avasadāna
  7. Bhūmidāna
  8. Vacakuṭidāna

 

Kaṭhinadāna

Yang pertama, Kaṭhinadāna. Tetapi di Indonesia agak sulit. Bukan Saṅghadāna, melainkan Kaṭhinadāna yang benar-benar Kaṭhinadāna. Kalau di vihāra itu ber-vassa setidaknya 5 (lima) orang bhikkhu baru bisa menyelenggarakan Kaṭhinadāna yang sungguhan di vihāra itu. Umumnya di tempat lain hanya bisa menyelenggarakan Saṅghadana saja.  

Kalau Ibu, Bapak, dan Saudara bisa mempersembahkan Kaṭhinadāna yang sungguhan, itu manfaatnya lama sekali, sampai berkalpa-kalpa. Di Indonesia biasanya diselenggarakan di Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya - Sunter, karena di sana biasanya ber-vassa 6 atau 7 bhikkhu.

 

Saṅghadāna

Yang kedua, kalau belum ada kesempatan untuk memberikan Kaṭhinadāna, ada jenis yang kedua, yang setara nilainya, yaitu: Saṅghadāna. Saṅghadāna ini kalau menurut vinaya harus diterima oleh minimal 4 (empat) orang bhikkhu, boleh lebih. 

Siang hari ini Vihāra Mahāsampatti menyelenggarakan Saṅghadāna di Yanglim, para bhikkhu yang hadir 17 orang bhikkhu. Ini setara nilainya dengan Kaṭhinadāna.

 

Aṭṭhaparikara

Jenis dana yang ketiga, yang setara nilainya adalah Aṭṭhaparikara Dana. Meskipun yang menerima hanyalah seorang bhikkhu, karena jika hanya seorang bhikkhu, maka ini bukan Saṅghadāna, bukan Kaṭhinadāna. Akan tetapi nilainya sama, yaitu, apabila Saudara berdana 8 (delapan) macam kebutuhan pokok seorang bhikkhu. Meskipun yang menerima hanya satu orang bhikkhu. 

“Apa delapan macam kebutuhan pokok itu, Bhante?”

Jubah 3 lembar (1 setel), pisau cukur, saringan air, ikat pinggang, mangkok (patta), jarum dan benang. Biasanya kalau seorang bhikkhu ditahbiskan akan ada 8 macam benda ini. Delapan kebutuhan pokok ini disebut Athaparikara Dana, delapan barang-barang kecil yang menjadi milik seorang bhikkhu. 

Kalau Anda memberikan 8 macam (Athaparikara Dana) ini, nilainya sama dengan Saṅghadāna, sama dengan Kaṭhinadāna.

“Tetapi bertemu dengan bhikkhu dan mempersembahkan 8 macam ini juga sulit, Bhante.” 

 

Lipikādāna

Ada dana lain yang setara, yaitu Lipikadana, mencetak buku Dhamma. Mencetak buku Dhamma mempunyai nilai yang setara dengan Athaparikara Dana, dengan Saṅghadāna dengan Kaṭhinadāna. Saya kira sekarang vihāra-vihāra besar juga mencetak buku Dhamma, Direktoral Jendral juga mencetak buku Dhamma, sangat besar manfaatnya, sangat besar ānisaṃsa (hasilnya), kalimat yang lebih sederhana, sangat besar pahalanya. 

 

Paṭimādāna

Kalau ini juga tidak berhasil atau tidak bisa dilakukan, ada jenis lain yang setara, Pratima Dana atau Paṭimādana, yaitu berdana arca Buddha (Buddharūpa). Apalagi Vihāra Mahāsampatti ini nantinya tentu memerlukan banyak Buddharūpa sebagai simbol guru Agung kita. 

Berlomba-lomba saja berdana Buddharūpa. Kalau tidak mampu sendiri, beramai-ramai. Mengajak teman-teman ikut berbuat baik, untuk mewujudkan Buddharūpa, Paṭimā Dana ini.

 

Bhūmidāna

Ada jenis dana yang keenam, yang setara nilainya, yaitu Bhūmidāna. Caranya dengan ikut menyumbang, berdana, atau membeli tanah untuk vihāra. Manfaatnya akan sangat-sangat panjang dan pahalanya juga akan bertahan sangat lama. 

Kalau saudara ke India, ada Jetavana Vihāra, sekarang sedang ditemukan Pubbarama Vihāra, Veluvana Vihāra masih bertahan sekarang, meskipun hanya tinggal pondasi, tanahnya itu masih ada. Sudah lebih dari 2500 tahun, hampir 2600 tahun. Di Indonesia ada Candi Borobudur 1000 tahun lebih masih bertahan.  

Dana yang diberikan oleh masyarakat waktu itu hanya sekali, tetapi bertahan ribuan tahun. Dana yang Anda berikan kepada Vihāra Mahāsampatti ini hanya sekali, tetapi akan bertahan mungkin juga ribuan tahun, selama vihāra ini bertahan. 

 

Āvāsadāna

Apabila Kaṭhinadāna sulit, mencari jumlah bhikkhu empat juga sulit untuk Saṅghadāna, Athaparikara mempersiapkan juga sulit, karena harus memberikan Saṅghati juga, mencetak buku tidak bisa setiap hari. Kemudian ada lagi patung Buddha atau arca Buddha, kesempatan untuk berdana Arca Buddha juga tidak bisa setiap hari. Maka ada dana yang bisa dilakukan lebih sering, yaitu Thavara dana yang ketujuh, Avasadāna, ikut berdana membangun vihāra. 

Meskipun hanya satu batu bata, dan kalau Anda tidak mampu dengan satu bata, mungkin satu batu bata untuk sepuluh orang. Meskipun hanya sebutir pasir, dianjurkan ikutlah berdana membangun vihāra, bukan hanya untuk Mahāsampatti, vihāra yang manapun itu akan memberikan manfaat yang sangat-sangat lama, sangat panjang.

 

Vacakuṭidāna

Terakhir, Vacakuṭidāna. Jenis dana yang saya sebutkan kedelapan-delapannya ini nilainya setara. Apa Vacakuṭidāna itu? Berdana WC. Benar ini tidak?

Kami tidak bicara main-main. Saya tidak hafal Vihāra Mahāsampatti yang delapan lantai ini berapa WC nya, ada berapa Pak Eddy? Sepuluh? (Dijawab oleh Pak Eddy lima puluh).

Ada Lima puluh. Saudara bisa ambil satu, satu, masing-masing satu. Itu termasuk Thavaradāna, yaitu dana yang akan bermanfaat besar dan bertahan untuk waktu yang lama.

 

Niccadāna dan Aniccadāna

Sekarang tambahannya, bagaimana kalau Thavaradāna ini dilakukan dengan Niccadāna? Lalu apa arti Aniccadāna dan Niccadāna?

Aniccadāna artinya berdana tidak ajeg, berdana kalau di Jawa namanya nek kober, kalau ora kober ya tidak berdana. Berdana kalau sempat, itu Aniccadāna. Kadang kolo, kadang-kadang saja berdana.

Sedangkan Niccadāna artinya berdana secara regular. “Saya berdana setiap hari minggu, meskipun hanya sepuluh ribu.” “Saya berdana setiap bulan purnama dan bulan gelap, meskipun hanya sepuluh ribu.” “Saya berdana setiap bulan meskipun hanya seratus ribu.”  “Saya berdana setiap Waisak.” “Saya berdana setiap Kathina.” “Saya berdana setiap ulang tahun setiap tahunnya.”

Kalau salah satu dari delapan ini, Kaṭhinadāna, Saṅghadāna, Aṭṭhaparikara, Lipikadāna, Paṭimādāna, Avasadāna, Bhūmidāna, atau Vacakuṭidāna, salah satunya dipilih dan Anda berdana setiap tahun, maka di dalam buku itu dikatakan Anda seperti, saya ulangi lagi, Anda seperti Sotāpanna yang mencapai tingkat kesucian pertama. Tetapi, bukan kesuciannya. Bukan.

Anda tidak akan dilahirkan di empat alam yang menyedihkan. Anda tidak mungkin dilahirkan di alam neraka. Anda tidak akan dilahirkan di alam setan gentayangan. Anda tidak akan dilahirkan di alam asura. Anda tidak akan dilahirkan sebagai binatang. Kalau Anda berdana yang awet-awet ini, ajeg setiap bulan sekali atau setahun sekali, Thavaradāna Niccadāna, maka Anda seperti Sotāpanna. Meskipun bukan kesuciannya, tetapi Anda tidak akan dilahirlan di alam-alam apāya.

Anda terhindar dari neraka, peta, binatang, dan asura. Itu kalau Thavaradāna, dan Anda berdana bukan kadang kolo, bukan kalau kober, tetapi rutin misalnya setiap berulang tahun meskipun hanya sedikit.

Mungkin Anda tidak mampu membeli tanah yang berhektar-hektar tapi setiap tahun Anda berdana sekian ratus ribu, sekian puluh ribu dengan cetanā untuk membeli tanah, untuk kepentingan sosial, untuk vihāra utamanya. Ini manfaatnya baik sekali.

 

Keajaban Berdana

Ibu, Bapak, dan Saudara, semuanya itu dijelaskan dalam Danadi Dipani, kitab penjelasan tentang dana. Sekarang saya akan memberikan penjelasan tambahan.

Ada seorang ibu dari Jambi, saya sudah mengatakan kepada dia. Saya akan menceritakan cerita ibu ini, dan ibu itu tidak berkeberatan. Ibu ini adalah seorang pedagang. Sebelumnya Ibu ini tidak mengenal Dhamma sama sekali.

Suatu hari dia membuka youtube, sekitar dua tahun yang lalu, mulailah dia mendengarkan Dhamma, lalu menjadi ketagihan. Dia dengar…, dia dengar…, dia dengar.

Pak Wowor, mantan Dirjen Bimas Buddha yang dulu, pernah mengatakan kalau orang mengenal agama Buddha itu seperti masuk ke rawa-rawa yang ada ganggangnya dan ada lumpurnya. Seseorang itu berkutat ingin cepat keluar dari lumpur itu tetapi malah tambah amblas, tambah masuk. Kalau orang itu cukup pandai dan mempunyai intelektualitas untuk belajar Dhamma, maka dia akan makin mengerti, makin mengerti.

Dua tahun kemudian, ibu ini berusaha mencari bhikkhu, dan dia datang ke Vihāra Mendut untuk mengikut pujabakti Asadha Agung di Borobudur.

Saat itu dia menangis. Entah bagaimana air mata terus bercucuran, tapi bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan.

Sewaktu dia mendengar Vihāra Mahāsampatti ini akan mengadaakan peletakan batu pertama, ibu ini berdana batu Jade. Ibu yang dari Jambi ini mengambil batu Jade ini lima buah. Dia berdana untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Kemudian dia berdana lagi satu batu. Jadi dia berdana enam batu. Satu batu lagi ini dia berdana atas nama ibu temannya, yang sedang dirawat di rumah sakit tidak sembuh-sembuh.

Lalu Ibu ini bercerita kepada saya yang membuat saya merasa was-was. “Bhante, setelah saya berdana satu batu Jade ini untuk atas nama ibu teman saya yang sakit, yang dirawat di rumah sakit dan tidak bisa sembuh-sembuh, di malam harinya ibu teman saya itu tambah parah. Dia meracau, berbicara yang tidak karu-karuan. Keluarganya semua ketakutan. Saya juga sangat takut Bhante, sangat takut. Apa karena saya berdana batu jade atas nama ibu teman saya, maka penyakitnya bertambah parah dan dia meracau tidak karu-karuan?”

Ibu ini bercerita sambil menangis. Saya hampir menenangkan Ibu ini, tetapi dia lalu meneruskan, “Tapi besoknya, Bhante, ibu itu sembuh, boleh pulang dari rumah sakit.”

Saya menceritakan ini sepengetahuan Ibu itu. Dia berdana batu Jade enam, lima untuk keluarganya, satu untuk ibu temannya. Saya berpikir, “Hebat banget Vihāra Mahāsampatti ini. Belum lagi jadi, belum lagi kita meletakkan batu pertama, belum lagi Pak Dirjen nanti membunyikan sirine itu, belum lagi itu dilakukan upacaranya, kesaktiannya sudah hebat banget.”

Sewaktu Sanghadana di Vihāra Mendut, tanggal 8 Oktober 2017 Ibu ini datang. Dia menceritakan peristiwa ini di depan kami, ada Bhante Santacitto dan juga Bhante Abhijato, Ibu ini menangis bercucuran. Saya mengatakan, “Ibu, saya akan memakai cerita ini untuk khotbah.” Dan Ibu ini mengizinkannya. Untuk itu saya menceritakannya pagi hari ini. Hebat sekali Vihāra Mahāsampatti ini.

 

Bhūmidāna untuk Vihāra Mahāsampatti

Ibu, Bapak, dan saudara, siang nanti juga, umat Medan dari berbagai kalangan, berbagai golongan akan mengikuti Saṅghadāna yang biasanya tiap tahun sangat banyak umat yang datang. Saya berharap siapa tahu tahun 2019, dua tahun kemudian meskipun belum sempurna semuanya, siapa tahu sebagian dari gedung ini sudah bisa selesai.

Kalau tahun 2019 sebagian gedung ini sudah selesai, nanti Bapak Dirjen mungkin bisa menghadap Bapak Menteri Agama, saya bisa ikut untuk mengundang Beliau. Meskipun belum selesai sepenuhnya, atau mungkin juga siapa tahu bisa selesai sepenuhnya.

Saya tanya kepada Pak Eddy, “Dananya sudah masuk berapa Pak Eddy?” “Ya, kira-kira separuh, Bhante.” Masih butuh separuh lagi. Saya berpikir, kalau mau berdana tanah bagaimana? Tanah Vihāra Mahāsampatti ini hanya 28m2 x 20m2, dan pun sudah terbeli, sudah ada.

Lalu saya ingat, sebenarnya tanah di vihāra ini bisa berlipat-lipat, karena akan dibangun menjadi 8 tingkat. Jadi sebenarnya bukan hanya 28m2 x 20m2, tetapi masih dikali 8 lantai lagi.

Ini saya hanya menirukan saja kata Pak Eddy, kalau 1m2 umat di sini berdana 3.000.000 dan bisa dicicil selama 1 tahun. Kalau 3.000.000 dan bisa dicicil 12 bulan, diangkat oleh 4000 hingga 5000 umat Buddha, maka selesailah pengumpulan dana untuk pembangunan struktur Vihāra Mahāsampatti ini.

 

Deposito Kebajikan di Vihāra Mahāsampatti

Ibu, Bapak, dan Saudara, jadikanlah peletakan batu pertama dan pembangunan Vihāra Mahāsampatti ini sebagai kesempatan untuk menanam kebajikan, deposito ke dalam yang tidak mungkin dicuri, tidak mungkin dirampok, yang tidak mungkin hilang, dan deposito melakukan kebajikan itu juga akan kita bawa setelah kita nanti meninggal dunia.

Guru Agung kita di dalam Saṃyutta Nikāya menyebutkan “Apabila seseorang berdana memberikan tempat tinggal, tempat berlindung, memberikan tempat bernaung, memberikan rumah, seperti membangun vihāra, maka sama telah seperti memberikan segala-galanya.”

Mengapa? Karena kalau rumah itu dibangun, orang bisa tidur di sana. Berarti memberikan tempat tidur, orang bisa makan dengan enak di sana, secara tidak langsung memberikan makanan, orang bisa berteduh dari panas, dari dingin.

Apalagi gedung itu untuk membabarkan Dhamma, untuk Pendidikan, maka seseorang itu seperti memberikan segala-galanya. Selamat berbuat baik, selamat berdana.

Matur nuwun, Bapak Dirjen, terima kasih Bapak Pembimas, Ketua Walubi daerah, Ketua-ketua Majelis, Para Pandita, Para donatur, Ibu, Bapak, dan Saudara. Kehadiran Anda di tempat ini sangat bermanfaat, sangat berharga. Tidak rugi Anda hadir ke tempat ini dan memberikan dana. Tidak usah takut, tidak usah malu berdana sedikit. Tidak usah malu, tidak usah takut, saat memberi dengan pengertian yang benar, dengan ketulusan hati.

 

Semoga Tiratana selalu memberkahi kita.

 

Terima kasih.

DONASI PEMBANGUNAN

BANK CENTRAL ASIA ac. 0222.558.199 an. YAYASAN VIHARA MAHASAMPATTI
BANK MANDIRI ac. 106.00.8000819.9 an. YAYASAN VIHARA MAHASAMPATTI
BANK BRI ac. 0633.01.000925.56.4 an. YAYASAN VIHARA MAHASAMPATTI

 

Info lebih lanjut, hubungi: 

  • Eddy Dhammadipa
0812.6066.9675  
  • Herman Cittasudho
0812.6059.921  
  • Wikiyanto
0811.6075.600  
  • Fadil Masri
0811.600.788  


SEKRETARIAT

VIHARA MAHASAMPATTI
Jalan Pajang No. 1-3-5-7-9-11,
Kelurahan Sei Rengas Permata,
Kecamatan Medan Area,
Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara

ALAMAT RELOKASI SEMENTARA VIHARA :
Jalan M.H. Thamrin No. 166AB,
Kelurahan Sei Rengas I
Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara

line_me1600 @mahasampatti
Logo-WA0852 6176 1777
phone(061) 736 9410